Pemecahan Sertifikat Tanah Waris atau milik sendiri
Desember 15, 2017
Pemecahan Sertifikat Tanah tidak Ribet
Sebagai anak dari orang tua yang mempunyai 3 orang anak laki- laki, membagi sebidang tanah adalah perkara yang pasti akan dialami orang tua saya, saya sebagai staff sebuah PPAT di daerah saya ingin membagikan pengalaman sedikit. Biasanya pembagian tanah bertujuan untuk jual beli atau pembagian warisan. Maklum saja, jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tanah semakin susah untuk didapatkan. Kelak saat tiba waktunya sebagai orang tua, Anda akan memikirkan bagaimana membagi-bagikan tanah kepada anak-anak.
Mengurus pemecahan sertifikat tanah bukan lah sesuatu yang rumit lebih baik anda mengurusnya sendiri dari diserahkan kepada perantara karena anda tidak tahu orang tersebuat bakal menarik tarif berapa bisa jadi menjadi korban tipu atau calo yang tidak bertanggung jawab jadi saran saya untuk dirus sendiri saja.
Berikut cara dan syarat yang perlu di ketahui dan di lakukan:
Pemecahan Sertifikat Atas Nama Pribadi
Pemecahan sertifikat atas nama pribadi pada umumnya untuk luasan yang tidak terlalu besar. Pemecahan ini perlu dilakukan oleh orang yang namanya tercantum dalam sertifikat. Berikut adalah syarat-syarat yang perlu diketahui dan dilengkapi agar bisa melakukan pemecahan.
- Sertifikat asli.
- Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB)
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) pemohon.
- Surat pernyataan pemecahan yang ditandatangani pemegang hak.
Dalam surat pernyataan ini, perlu dicantumkan alasan pemecahan dan gambar lokasi yang akan dipecah. Gambarnya boleh hanya berupa sketsa kasar lokasi dan rencana pemecahannya. - Surat kuasa jika pengurusan dikuasakan ke pihak lain, biasanya dikuasakan ke PPAT-Notaris.
- Mengisi beberapa formulir yang sudah disediakan lembaga pertanahan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), seperti surat pernyataan telah memasang tanda batas.
Proses Pemecahan Sertifikat
Seperti yang sudah diterangkan di atas, pemecahan sertifikat tanah bisa Anda lakukan dengan bantuan notaris ataupun sendiri. Jika Anda memutuskan untuk mengurus pemecahan sertifikat sendiri, prosedurnya tidaklah sulit. Pastikan Anda mempersiapkan dokumen-dokumen yang harus disediakan, seperti fotokopi identitas diri pemohon dan kuasanya, sertifikat tanah, serta izin perubahan penggunaan tanah. Untuk izin perubahan penggunaan tanah, perlu dimasukkan apabila terjadi alih fungsi lahan.
Selain dokumen tersebut, Anda juga perlu mempersiapkan surat kuasa dan Sertifikat Hak Atas Tanah yang asli. Surat kuasa dibutuhkan kalau pemecahan tidak dilakukan pemilik tanah. Sertifikat Hak Atas Tanah yang asli diperlukan kalau Anda adalah pengembang. Dan sebagai pengembang, Anda juga harus menyertakan site plan kawasan.
Proses pemecahan sertifikat atas nama pribadi dilakukan di lapangan dan di lembaga pertanahan. Setelah melakukan pendaftaran berkas dan pemohon mendapatkan tanda terima, petugas yang bertanggung jawab atas pengukuran akan pergi ke lokasi dengan didampingi pemilik atau kuasanya. Selanjutnya, petugas akan menggambar hasil pengukuran dan memetakan lokasi pada peta yang disediakan. Tahapan berikutnya adalah penerbitan surat ukur untuk tiap-tiap bidang yang dipecahkan. Surat ukur ini ditandatangani kepala seksi pengukuran dan pemetaan.
Baca juga: Cara membuat sertifikat tanah
Baca juga: Cara membuat sertifikat tanah
Usai mendapatkan surat ukur, tahapan selanjutnya adalah penerbitan sertifikat di Subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI). Sertifikat itu nantinya ditandatangani kepala lembaga pertanahan. Dengan demikian, proses pemecahan sertifikat secara pribadi sudah selesai. Anda tinggal menunggu sertifikat baru dikeluarkan.
Berdasarkan Lampiran IX Peraturan Kepala BPN RI No.6 Tahun 2008, waktu yang dibutuhkan untuk memecah sertifikat adalah lima belas hari kerja. Waktu tersebut dihitung sejak berkas yang diterima lengkap dan telah dilakukan pengukuran. Selain itu, sertifikat tanah yang akan dipecah haruslah bersih tanpa masalah.
Biaya yang harus Anda keluarkan untuk pemecahan sertifikat ini tidaklah besar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2002, biayanya sekitar Rp25.000 untuk setiap sertifikat yang diterbitkan. Jadi, apabila Anda ingin memecah sertifikat menjadi dua, biayanya adalah Rp50.000. Jika sertifikat dipecah menjadi tiga, biayanya adalah Rp75.000. Namun, biaya tersebut belum termasuk pengukuran tanah.
Pemecahan Sertifikat Tanah Warisan
Peralihan hak atas tanah tersebut harus disertai dengan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris. Hal ini diatur berdasarkan Pasal 42 ayat (4) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah) yang berbunyi.
“Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
Menurut surat Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 8 Mei 1991 No. MA/kumdil/171/V/K/1991 yang menunjuk Surat Edaran tanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/12/69 yang diterbitkan oleh Direktorat Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) di Jakarta menyatakan Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) untuk Warga Negara Indonesia itu:
Golongan Keturunan Eropa (Barat) dibuat oleh Notaris.
Golongan penduduk asli dibuatkan Surat Keterangan oleh Ahli Waris yang disaksikan oleh Lurah/Desa dan diketahui oleh Camat.
Golongan keturunan Tionghoa oleh Notaris.
Golongan Timur Asing bukan Tionghoa oleh Balai Harta Peninggalan (BHP).
Akan tetapi, bila Anda tetap ingin membuat penetapan ahli waris, maka pengadilan (Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama) yang mengeluarkannya. Penetapan ahli waris untuk yang beragama Islam dibuat Pengadilan Agama atas permohonan para ahli waris. Dasar hukumnya adalah Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sementara penetapan ahli waris yang beragama selain Islam dibuat Pengadilan Negeri. Yang dasar hukumnya adalah Pasal 833 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Sumber: BPN dan https://economy.okezone.com